JAKARTA. Sukhoi Superjet 100 merupakan pesawat jarak menengah
berbadan sedang yang dikembangkan Rusia sejak tahun 2000. Pesawat ini
merupakan pesawat penumpang komersial pertama yang dibikin Rusia sejak
jatuhnya Uni Soviet.
Bagi Sukhoi, pesawat Superjet 100 ini merupakan pesawat pesawat sipil
pertama. Sebelumnya, Sukhoi lebih gemar membuat jet-jet tempur yang
dijual ke kolega negaranya termasuk Indonesia.
Agar bisa membuat pesawat sipil, Sukhoi lantas menjalin kerja sama
dengan mitra dari negara lain termasuk dengan Boeing asal Amerika
Serikat. Berbekal kerja sama itulah, Sukhoi mulai memproduksi Superjet
100 yang kelak diberi nama Sukhoi Superjet 100.
Selain dengan
Boeing, pabrik pesawat Sukhoi juga menggalang kerja sama dengan
perusahaan asing lainnya termasuk, Italia Finnmeccanica selaku investor
utama.
Investor asal Prancis ini memang menguasai pembuatan Superjet,
terutama dalam hal membuat mesin. Selain itu, Sukhoi juga bekerja sama
dengan Liebherr, perusahaan asal Jerman yang menguasai teknologi kemudi
dan sistem pendukung pesawat.
Baru 3 bulan dapat sertifikat terbang di Eropa
Walaupun sudah dikembangkan sejak tahun 2000, namun Sukhoi terbilang
telat untuk merealisasikannya. Program pembuatan Superjet 100 tersebut
mundur dari target karena adanya penundaan sertifikasi terbang.
Hingga akhirnya, pesawat yang dibikin di Rusia ini bisa melakukan
terbang perdana pada tahun 2008, hingga akhirnya memperoleh sertifikat
operasi terbang di Rusia pada tahun 2011.
Setelah mendapat sertifikat terbang di Rusia, pesawat Sukhoi Superjet
100 ini baru mendapatkan sertifikat terbang di Uni Eropa pada bulan
Februari 2012, atau tiga bulan yang lalu.
Sukhoi Superjet 100 ini memiliki mesin ganda yang bisa membawa 100
penumpang. Pesawat ini mampu terbang dengan kecepatan jelajah 828
kilometer (km) per jam. Daya tempuh pesawat ini maksimum antara 3.000
sampai 4.500 km dengan muatan penuh.
Selain mendapat dukungan
dari investor, Sukhoi Superjet 100 ini juga mendapat dukungan dari
pemerintah Rusia. Pesawat ini ditujukan untuk menggantikan pesawat usang
Tu-134 dan Yak-42.
Tak hanya itu, pesawat ini dipersiapkan bersaing dengan pesawat
Embraer E-Jets asal Brasil dan Bombardier CRJ asal Kanada. Pesawat yang
dibanderol US$ 35 juta ini menawarkan harga yang lebih murah dari kedua
kompetitornya tersebut.
Walaupun terbang perdana dilakukan tahun 2008, pada tahun 2010,
Sukhoi Superjet 100 sudah dipasarkan. Saat London Aircraft Show pada
tahun 2010 lalu mjisalnya, Sukhoi Superjet 100 sudah dipasarkan ke
maskapai penerbangan, termasuk maskapai penerbangan dari Indonesia.
Berlahan tetapi pasti, dengan harga yang kompetitif, pesawat dari
Rusia ini kini sudah digunakan oleh maskapai penerbangan Aeroflot di
Rusia dan Armevia du Armenia. Selain itu, pesawat ini juga dipesan
maskapai Indonesia, yaitu Kartika Airlines, Sky Aviation sebanyak 42
unit.
Tak hanya itu, di Amerika Serikat, pesawat Sukhoi Superjet 100
menarik hati pemilik maskapai Queens Airlines asal New York yang sudah
memesan 6 unit.
Sebelum kecelakaan Sukhoi di gunung Salak, Jawa Barat, Sukhoi sudah
menerima pesanan 168 unit pesanan Sukhoi Superjets 100, termasuk dari
maskapai terkenal Rusia yaitu Transaero.
Namun kini belum jelas, apakah para pemesan pesawat tersebut masih
berniat untuk membeli pesawat yang mencatat kejadian naas di Indonesia.