Keselamatan Penerbangan
Faktor keselamatan merupakan faktor utama
dalam pengoperasian pesawat terbang. Tidak hanya itu, faktor
keselamatan ini bahkan sudah harus diperhitungkan sejak fase
perancangan. Standar baku pengoperasian pesawat terbang, personel dan
perlengkapan pendukungnya, telah diatur dalam CASR (Civil Aviation
Safety Regulation) yang merupakan peraturan keselamatan penerbangan
sipil di Indonesia, dimana mengatur semua pekerjaan perancangan,
pembuatan, dan pengoperasian pesawat terbang dan perlengkapan
pendukungnya, perawatan, serta batasan-batasan operasional lainnya,
sehingga suatu pesawat pesawat terbang harus dipersiapkan dengan tingkat
keamanan dan keselamatan yang tinggi dan sangat ketat, jauh lebih ketat
daripada sarana transportasi umum lainnya.
Sebagai contoh bila
terdapat komponen yang sudah waktunya diganti baik karena umur pakai
berdasarkan jam terbang atau hari kalender sudah habis, harus diganti
meskipun secara fisik ataupun fungsi, komponen tersebut masih baik. Atau
pada waktu pesawat sedang terbang terdapat indikator di cockpit yang
menunjukkan suatu sistem tidak berfungsi sebagai mana mestinya, maka
pesawat terbang harus segera kembali ke bandara asal atau bandara
terdekat lainnya, meskipun sebenarnya sistem tersebut berfungsi normal.
Perawatan berkala harus dilakukan sesuai dengan jadwal. Pelatihan untuk
menjaga proficiency pilot maupun para teknisi harus selalu dilakukan
serta hal-hal lain yang ditujukan untuk mempertahankan keselamatan
penerbangan.
Akan tetapi, semua itu tentu akan berpulang kembali
kepada pihak-pihak terkait untuk dapat melaksanakannya sebaik-baiknya.
Baik maskapai penerbangan maupun pihak yang berwenang, dalam hal ini
Ditjen Perhubungan Udara yang mengawasi pelaksanaannya. Ditjen
Perhubungan Udara pulalah yang berhak menerbitkan Certificate of
Airworthiness, suatu sertifikat yang menyatakan bahwa pesawat laik
terbang dan pesawat tersebut siap atau dapat dioperasikan.Penggunaan
pesawat di Indonesia mayoritas adalah merupakan angkutan udara
berjadwal. Namun sayang disayangkan dan sebanyak 1083 pesawat yang
terdaftar pada tahun 2005 hanya sebanyak 630 yang mempunyai Certificate
of Airworthiness (C of A) yang valid, sementara sisanya (453) pesawat di
ground (AOG = aircraft on ground), menurut peraturan pesawat hanya
boleh terbang salah satunya bila mempunyai C of A yang sah dan masih
berlaku. Dengan data tersebut berarti banyak pesawat di Indonesia yang
tidak bisa dimanfaatkan.Data dari Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) menyatakan bahwa dari tahun 2001 – 2006 terjadi
kecelakaan penerbangan sebanyak 152 kali atau rata-rata 25,33 kecelakaan
tiap tahun. Angka yang sangat tinggi untuk suatu ukuran keselamatan
penerbangan.
Dari kecelakaan yang terjadi ternyata sebagian besar
kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dan faktor teknis. Dari data
KNKT, terlihat bahwa tingkat kecelakaan penerbangan di Indonesia masih
tergolong tinggi, kualitas personel yang rendah, dan juga sarana dan
prasarana yang masih memungkinkan terjadinya kecelakaan. Disamping itu
faktor teknis menentukan tingkat keselamatan dan keamanan
penerbangan.Keselamatan ini bergantung pada berbagai faktor, baik
kondisi pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, maupun faktor
alam. Yang sering mendapatkan sorotan adalah faktor kondisi pesawat.
Selain faktor kondisi dan perawatan pesawat, kualitas sumber daya
manusia memegang peran penting. Manusia yang terlibat dalam sebuah
penerbangan bukan hanya pilot pesawat, melainkan juga petugas lain baik
personel di darat maupun yang ikut terbang, termasuk termasuk
diantaranya yang bertanggung jawab dalam penanganan dan pemeriksaan
pesawat di antara penerbangan.Data usia pesawat yang beroperasi di
Indonesia pada awal tahun 2007 menunjukkan bahwa rata-rata pesawat
adalah 20,43 tahun, angka yng cukup tua bagi pesawat.
Terlihat
bahwa rata-rata usia pesawat yang dioperasikan di Indonesia telah
mempunyai umur yang cukup tua, sehingga untuk mempertahankan kelaikan
udara bagi pesawat diperlukan program perawatan yang lebih baik
lagi.Perkembangan industri penerbangan saat mi tidak diikuti dengan
perkembangan sumber daya manusia yang mencukupi. Saat ini hanya ada
beberapa sekolah menengah dan sekolah tinggi penerbangan, yang metode
pengajarannya sering tidak dapat mengejar perkembangan teknologi yang
ada.
Ada pendapat dan sebagian kalangan, kondisi pesawat dan
berbagai penerbangan domestik tidak terjaga dengan baik. Ini dilakukan
untuk menekan biaya operasional, terutama dalam menghadapi persaingan
yang ketat. Kondisi pesawat bergantung pada perawatan yang dilakukan.
Sementara itu, perawatan yang diperlukan bergantung pada umur sebuah
pesawat. Secara teoritis, umur suatu pesawat akan kembali menjadi nol
setelah menjalani perawatan besar (overhaul). Semakin tua suatu pesawat,
biaya perawatan yang perlu dikeluarkan menjadi lebih tinggi pula.
Selain itu, pesawat yang lebih tua memerlukan pemeriksaan yang lebih
teliti.
(kalo mau data-data angka tersebut diatas minta aja sama dosen Perawatan Pesawat Terbang TP)
ada lanjutannya….