SEJARAH PENERBANGAN INDONESIA

.
Sejarah Singkat Penerbangan Indonesia
      Jaman Pemerintah kolonial Belanda tidak mempunyai program perancangan pesawat udara, namun telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan pembuatan lisensi, serta evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang dioperasikan di kawasan tropis, Indonesia.
1914 : Pendirian Bagian Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis.
1922 :  Orang Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan di sebuah rumah di daerah Cikapundung sekarang.
1930 : Pembangunan Bagian Pembuatan Pesawat Udara di Sukamiskin yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL, dengan modifikasi badan dibuat dari tripleks lokal. Pabrik ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir (kini Lanud Husein Sastranegara).
1937 : Pada periode itu di bengkel milik pribadi minat membuat pesawat terbang berkembang.  delapan tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan seorang pengusaha, serta hasil rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH.
Pesawat ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya terbang ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot berkebangsaan Perancis, A. Duval.
1938 : atas permintaan LW. Walraven dan MV. Patist - perancang PK.KKH - dibuat lagi pesawat lebih kecil di bengkel Jl. Kebon Kawung, Bandung.

PESAWAT TERBANG PASCA PERANG KEMERDEKAAN
1945 : Makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sesuai dengan rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan udara secara mutlak sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan.

Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur.
Oktober 1945 Tokoh pada massa ini adalah Agustinus Adisutjipto, yang merancang dan menguji terbangkan dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pesawat Cureng/Nishikoren peninggalan Jepang yang dimodifikasi menjadi versi serang darat. Penerbangan pertamanya bulan oktober di atas kota kecil Tasikmalaya.
1946 : di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara. Dengan dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono dibuka sebuah bengkel di bekas gudang kapuk di Magetan dekat Madiun. Dari bahan-bahan sederhana dibuat beberapa pesawat layang jenis Zogling, NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider).
Pembuatan pesawat ini tidak terlepas dari tangan-tangan Tossin, Akhmad, dkk. Pesawat-pesawat yang dibuat enam buah ini dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dirgantara serta dipergunakan untuk memperkenalkan dunia penerbangan kepada calon penerbang yang saat itu akan diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan dan latihan.

1948 : Berhasil dibuat pesawat terbang bermotor dengan mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Era ini ditandai dengan munculnya berbagai club aeromodeling, yang menghasilkan perintis teknologi dirgantara, yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo.
1948 : Pesawat rancangan Wi-weko Soepono diberi tanda WEL-X yang dibuat pada tahun 1948, dengan menggunakan mesin Harley Davidson

Kemudian kegiatan ini terhenti karena pecahnya pemberontakan Madiun dan agresi Belanda. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia usaha di atas dilanjutkan kembali di Bandung di lapangan terbang Andir - kemudian dinamakan Husein Sastranegara.
1953 : kegiatan ini diberi wadah dengan nama Seksi Percobaan. Beranggotakan 15 personil, Seksi Percobaan langsung di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara, Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo.
1 Agustus 1954 : Berdasarkan rancangan Nurtanio, berhasil diterbangkan prototip "Si Kumbang", sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal yang dibuat sesuai dengan kondisi negara pada waktu itu. Pesawat ini dibuat tiga buah.Si Kumbang, sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal rancangan Nurtanio Pringgoadisuryo yang diterbangkan pada Agustus 1954.

24 April 1957 Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan berdasar Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara No. 68.
1958 : berhasil diterbangkan prototip pesawat latih dasar "Belalang 89" yang ketika diproduksi menjadi Belalang 90. Pesawat yang diproduksi sebanyak lima unit ini dipergunakan untuk mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat.
Di tahun yang sama berhasil diterbangkan pesawat oleh raga "Kunang 25". Filosofinya untuk menanamkan semangat kedirgantaraan sehingga diharapkan dapat mendorong generasi baru yang berminat terhadap pembuatan pesawat terbang.

PENDIRIAN INDUSTRI PESAWAT TERBANG DI INDONESIA
1 Agustus 1960 : Sesuai dengan Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara No. 488, 1 Agustus 1960 dibentuk Lembaga Persiapan Industri Penerbangan/LAPIP. Lembaga yang diresmikan pada 16 Desember 1961 ini bertugas menyiapkan pembangunan industri penerbangan yang mampu memberikan dukungan bagi penerbangan di Indonesia.
1960 : Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP)  didirikan.
1961 : LAPIP mewakili pemerintah Indonesia dan CEKOP mewakili pemerintah Polandia mengadakan kontrak kerjasama untuk membangun pabrik pesawat terbang di Indonesia. Kontrak meliputi pembangunan pabrik , pelatihan karyawan serta produksi di bawah lisensi pesawat PZL-104 Wilga, lebih dikenal Gelatik. Pesawat yang diproduksi 44 unit ini kemudian digunakan untuk dukungan pertanian, angkut ringan dan aero club.
1962 : Pendirian bIdang Studi Teknik Penerbangan di ITB
1963 : Pembentukan DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia).
Maret 1965: Proyek KOPELAPIP (Komando Pelaksana Persiapan Industri Pesawat Tebang) dimulai.  Proyek ini bekerjasama dengan Fokker, KOPELAPIP tak lain merupakan proyek pesawat terbang komersial.
1965 : melalui SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) - yang intinya LAPIP - serta PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari.

Maret 1966 : Nurtanio gugur ketika menjalankan pengujian terbang, sehingga untuk menghormati jasa beliau maka LAPIP menjadi LIPNUR/Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Dalam perkembangan selanjutnya LIPNUR memproduksi pesawat terbang latih dasar LT-200, serta membangun bengkel after-sales-service, maintenance, repair & overhaul.

1962 : berdasar SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan jurusan Teknik Penerbangan ITB sebagai bagian dari Bagian Mesin. Pelopor pendidikan tinggi Teknik Penerbangan adalah Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie.
Kedua tokoh ini adalah bagian dari program pengiriman siswa ke luar negeri (Eropa dan Amerika) oleh Pemerintah RI yang berlangsung sejak tahun 1951. Usaha-usaha mendirikan industri pesawat terbang memang sudah disiapkan sejak 1951, ketika sekelompok mahasiswa Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan kedirgantaraan di TH Delft atas perintah khusus Presiden RI pertama. Pengiriman ini berlangsung hingga tahun 1954. Dilanjutkan tahun 1954 - 1958 dikirim pula kelompok mahasiswa ke Jerman, dan antara tahun 1958 - 1962 ke Cekoslowakia dan Rusia.

Sementara itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah dilakukan pula oleh putera Indonesia - B.J. Habibie - di luar negeri sejak tahun 1960an sampai 1970an. Sebelum ia dipanggil pulang ke Indonesia untuk mendapat tugas yang lebih luas. Di tahun 1961, atas gagasan BJ. Habibie diselenggarakan Seminar Pembangunan I se Eropa di Praha, salah satu adalah dibentuk kelompok Penerbangan yang di ketuai BJ. Habibie.

PERINTISAN PESAWAT TERBANG DI INDONESIA
Ada lima faktor menonjol yang menjadikan IPTN berdiri, yaitu : ada orang-orang yang sejak lama bercita-cita membuat pesawat terbang dan mendirikan industri pesawat terbang di Indonesia; ada orang-orang Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi membuat dan membangun industri pesawat terbang; adanya orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdedikasi tinggi menggunakan kepandaian dan ketrampilannya bagi pembangunan industri pesawat terbang; adanya orang yang mengetahui cara memasarkan produk pesawat terbang secara nasional maupun internasional; serta adanya kemauan pemerintah.7)

Perpaduan yang serasi faktor-faktor di atas menjadikan IPTN berdiri menjadi suatu industri pesawat terbang dengan fasilitas yang memadai.

25 Juni 1936 :  Awalnya seorang pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Bacharudin Jusuf Habibie. Ia menimba pendidikan di Perguruan Tinggi Teknik Aachen, jurusan Konstruksi Pesawat Terbang, kemudian bekerja di sebuah industri pesawat terbang di Jerman sejak 1965.

1964 :
Menjelang mencapai gelar doktor, ia berkehendak kembali ke tanah air untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia. Tetapi pimpinan KOPELAPIP menyarankan Habibie untuk menggali pengalaman lebih banyak, karena belum ada wadah industri pesawat terbang. Tahun 1966 ketika Menteri Luar Negeri, Adam Malik berkunjung ke Jerman beliau meminta Habibie, menemuinya dan ikut memikirkan usaha-usaha pembangunan di Indonesia.

Menyadari bahwa usaha pendirian industri tersebut tidak bisa dilakukan sendiri., maka dengan tekad bulat mulai merintis penyiapan tenaga terampil untuk suatu saat bekerja pada pembangunan industri pesawat terbang di Indonesia yang masih dalam angan-angan. Habibie segera berinisiatif membentuk sebuah tim.
Awal 1970 : Dari upaya tersebut berhasil dibentuk sebuah tim sukarela yang kemudian berangkat ke Jerman untuk bekerja dan menggali ilmu pengetahuan dan teknologi di industri pesawat terbang Jerman tempat Habibie bekerja. tim ini mulai bekerja di HFB/MBB untuk melaksanakan awal rencana tersebut.

Pada saat bersamaan usaha serupa dirintis oleh Pertamina selaku agen pembangunan. Kemajuan dan keberhasilan Pertamina yang pesat di tahun 1970 an memberi fungsi ganda kepada perusahaan ini, yaitu sebagai pengelola industri minyak negara sekaligus sebagai agen pembangunan nasional. Dengan kapasitas itu Pertamina membangun industri baja Krakatau Steel. Dalam kapasitas itu, Dirut Pertamina, Ibnu Sutowo (alm) memikirkan cara mengalihkan teknologi dari negara maju ke Indonesia secara konsepsional yang berkerangka nasional. Alih teknologi harus dilakukan secara teratur, tegasnya.

Desember 1973 : terjadi pertemuan antara Ibnu Sutowo dan BJ. Habibie di Dusseldorf - Jerman. Ibnu Sutowo menjelaskan secara panjang lebar pembangunan Indonesia, Pertamina dan cita-cita membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Dari pertemuan tersebut BJ. Habibie ditunjuk sebagai penasehat Direktur Utama Pertamina dan kembali ke Indonesia secepatnya.

Januari 1974 : Langkah pasti ke arah mewujudkan rencana itu telah diambil. Di Pertamina dibentuk divisi baru yang berurusan dengan teknologi maju dan teknologi penerbangan.
26 Januari 1974 : Tepat dua bulan setelah pertemuan Dusseldorf, BJ. Habibie diminta menghadap Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut Presiden mengangkat Habibie sebagai penasehat Presiden di bidang teknologi. Pertemuan tersebut merupakan hari permulaan misi Habibie secara resmi.

Melalui pertemuan-pertemuan tersebut di atas melahirkan Divisi Advanced Technology & Teknologi Penerbangan Pertamina (ATTP) yang kemudian menjadi cikal bakal BPPT. Dan berdasarkan Instruksi Presiden melalui Surat Keputusan Direktur Pertamina dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang.

September 1974 : Pertamina - Divisi Advanced Technology menandatangani perjanjian dasar kerjasama lisensi dengan MBB - Jerman dan CASA - Spanyol untuk memproduksi BO-105 dan C-212.

PENDIRIAN
Ketika upaya pendirian mulai menampakkan bentuknya - dengan nama Industri Pesawat Terbang Indonesia/IPIN di Pondok Cabe, Jakarta - timbul permasalahan dan krisis di tubuh Pertamina yang berakibat pula pada keberadaan Divisi ATTP, proyek serta programnya - industri pesawat terbang. Akan tetapi karena Divisi ATTP dan proyeknya merupakan wahana guna pembangunan dan mempersiapkan tinggal landas bagi bangsa Indonesia pada Pelita VI, Presiden menetapkan untuk meneruskan pembangunan industri pesawat terbang dengan segala konsekuensinya.

April 1975 Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12, tanggal 15 April 1975 dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang. Melalui peraturan ini, dihimpun segala aset, fasilitas dan potensi negara yang ada yaitu : - aset Pertamina, Divisi ATTP yang semula disediakan untuk pembangunan industri pesawat terbang dengan aset Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio/LIPNUR, AURI - sebagai modal dasar pendirian industri pesawat terbang Indonesia. Penggabungan aset LIPNUR ini tidak lepas dari peran Bpk. Ashadi Tjahjadi selaku pimpinan AURI yang mengenal BJ. Habibie sejak tahun 1960an.Dengan modal ini diharapkan tumbuh sebuah industri pesawat terbang yang mampu menjawab tantangan jaman.

28 April 1976 berdasar Akte Notaris No. 15, di Jakarta didirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dengan Dr, BJ. Habibie selaku Direktur Utama. Selesai pembangunan fisik yang diperlukan untuk berjalannya program yang telah dipersiapkan.

23 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini. Dalam perjalanannya kemudian, pada 11 Oktober 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.

Desember 1976
cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia di mulai. Di periode inilah semua aspek prasarana, sarana, SDM, hukum dan regulasi serta aspek lainnya yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang berusaha ditata. Selain itu melalui industri ini dikembangkan suatu konsep alih/transformasi teknologi dan industri progresif yang ternyata memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat, 24 tahun.

IPTN berpandangan bahwa alih teknologi harus berjalan secara integral dan lengkap mencakup hardware, software serta brainware yang berintikan pada faktor manusia. Yaitu manusia yang berkeinginan, berkemampuan dan berpen- dirian dalam ilmu, teori dan keahlian untuk melaksanakannya dalam bentuk kerja. Berpijak pada hal itu IPTN menerapkan filosofi transformasi teknologi "BERMULA DI AKHIR, BERAKHIR DI AWAL".
Suatu falsafah yang menyerap teknologi maju secara progresif dan bertahap dalam suatu proses yang integral dengan berpijak pada kebutuhan obyektif Indonesia. Melalui falsafah ini teknologi dapat dikuasai secara utuh menyeluruh tidak semata-mata materinya, tetapi juga kemampuan dan keahliannya. Selain itu filosofi ini memegang prinsip terbuka, yaitu membuka diri terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai negara lain.

Filosofi ini mengajarkan bahwa dalam membuat pesawat terbang tidak harus dari komponen dulu, tapi langsung belajar dari akhir suatu proses (bentuk pesawat jadi), kemudian mundur lewat tahap dan fasenya untuk membuat komponen. Tahap alih teknologi terbagi dalam : Tahap penggunaan teknologi yang sudah ada/lisensi,
  • Tahap integrasi teknologi,
  • Tahap pengembangan teknologi,
  • Tahap penelitian dasar
Sasaran tahap pertama, adalah penguasaan kemampuan manufacturing, sekaligus memilih dan menentukan jenis pesawat yang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang hasil penjualannya dimanfaatkan menambah kemampuan berusaha perusahaan. Di sinilah dikenal metode "progressif manufacturing program". Tahap kedua dimaksudkan untuk menguasai kemampuan rancangbangun sekaligus manufacturing. Tahap ketiga, dimaksudkan meningkatkan kemampuan rancangbangun secara mandiri. Sedang tahap keempat dimaksudkan untuk menguasai ilmu-ilmu dasar dalam rangka mendukung pengembangan produk-produk baru yang unggul.

NAMA BARU INDUSTRI PENERBANGAN INDONESIA
Selama 24 tahun IPTN relatif berhasil melakukan transformasi teknologi, sekaligus menguasai teknologi kedirgantaraan dalam hal disain, pengembangan, serta pembuatan pesawat komuter regional kelas kecil dan sedang.

IPTN meredifinisi diri ke dalam "DIRGANTARA 2000" dengan melakukan orientasi bisnis, dan strategi baru menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu IPTN melaksanakan program retsrukturisasi meliputi reorientasi bisnis, serta penataan kembali sumber daya manusia yang menfokuskan diri pada pasar dan misi bisnis.

Kini dalam masa "survive" IPTN mencoba menjual segala kemampuannya di area engineering - dengan menawarkan jasa disain sampai pengujian -, manufacturing part, komponen serta tolls pesawat terbang dan non-pesawat terbang, serta jasa pelayanan purna jual.
24 Agustus 2000 : Seiring dengan itu IPTN merubah nama menjadi PT. DIRGANTARA INDONESIA atau Indonesian Aerospace/IAe yang diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.








Sejarah Pesawat Terbang Dapat Terbang

Wilbur Wright dan Orville Wright

Terbang Layang Dengan Gantole ( Capung ).


Terbang Layang Dengan Gantole.

Olahraga gantole ini terbilang populer di masyarakat.masuk ke indonesia sekitar tahun 1977.semula namanya hang gliding .oleh ahli bahasa aton muliono di terjemahkan sebagai layang gantung.

Adalah wiweko soepono,tokoh penerbang indonesia sebagai pembawa hand gliding ke tanah air.wiweko menyerahkan peralatan hang gliding kepada Ir.Herudi.oleh herudi diserahkan kepada beberapa mahasiswa Teknik Fisika Falkutas ITB.

Di ITB inilah peralatan Hang giliding di buat duplikatnya.setelah itu diterbangkan secara
otodidak di bukit lagarda,cimahi kabupaten bandung.pada tanggal 5 juli 1977 mahasiswa ITB Ervan Ibrahim tercatat sebagai orang pertama yang berhasil menerbangkan layang gantung ini,walaupun dengan jarak yang tidak begitu tinggi.

Tanggal 22 juli 1977,ervan dan kawan-kawan membentuk klub layang gantung pertama.namanya Gantole.Nama gantole sendiri di ambil dari bahasa bugis yang artinya Capung.Nama gantole tidak lain atas saran Ahmad Kalla ( Adik Jusuf Kalla Wakil Presiden RI ) yang merupakan salah satu perintis olahraga ini di indonesia.

Era Tahun 1985 - 1995 dapat di sebut sebagai masa maraknya olah raga ini.gantole masuk masuk sebagai cabang yang di pertandingan dalam PON XI.

Bagian Gantole.

1. Harness.
2. Sayap.
3.Control Bar.

Harness sendiri letaknya menempel pada badan penerbang gantole dan sewaktu terbang di bawahnya membentuk kantong semacam kepompong kaki masuk kedalamnya dan kedua tangan memegang Base Bar.

Sayap Gantole terdiri dari Dua batang leading edge,satu batang leading Cross bar dan Satu set Control Bar serta satu batang kill.leading edge merupakan batang penguat sayap yang letaknya paling depan sedangkan Cross Bar terletak melintang antara pertengahan leading edge dengan Kill.

Satu Set Control bar terdiri dari dua buah down Tabe dengan panjang sama dan satu batang base bar membentuk segitiga sama kaki.dua down tabe posisinya bediri,di pegang bila atlit gantole mau meloncat.sedangkan base bar posisinya melintang di bawah guna pengemudi bila gantole sedang terbang.

SPESIFIKASI GANTOLE.
Panjang Leading edge
( Sebelah Sayap )                : 5,5 M.

Berat                                     : 20 - 30 Kg.

Tinggi ( Panjang )
Down Tube                           : 1,7 M.

Pajang Base Bar                   : 1,4 M.

Pajang Kill                             : 3,6 M.

Panjang Gantole
Sudah Dilipat                        : 3,6 M.

Derby Airport in Australia.


Derby Airport.

Airport History

Derby has contributed to the aviation history of Australia since the first days of Norman Brearly's West Australian Airways.

On 9th August 1922, a site for the Derby airport was selected. This site, now the aircraft aerodrome near town, met the demands of aviation for the next 68 years. For a number of years the salt marsh adjacent to the town was used as a convenient airstrip provided the tide was out!

In 1938 the introduction of a United Kingdom to Darwin flying boat service and a land plane link from Darwin to Sydney began. A through route from Darwin to Perth was established by MacRobertson Miller Aviation Co (MMA), which had taken over from Western Australian Airways in 1934.

In May 1941 an Advanced Operational Base was established by the RAAF and the aerodrome came under military control. It became an important base for Allied operations when Japan entered the war and made a series of attacks to the North West, including an air raid on Derby and the devastating attack on Broome.

Drama has been part of Derby's aviation history with events such as the downing of the Southern Cross at Glenelg River north of Derby on the 30th March 1929, flown by Kingsford Smith. This became known as the Coffee Royal Affair, as it was speculated, and later disproved, that Kingsford Smith had staged the forced landing as a publicity stunt.

The Royal Flying Doctor Service (Victorian Section) was incorporated on 23rd August 1934. It provided an essential service that continues today, with modern aircraft servicing all the Kimberley from the airport and now administered by RFDS (Western Operations).

In 1989, civil operations were shifted to the Curtin Civil Terminal at Curtin RAAF Base, and the local airport reduced to light aircraft status on 1 July 1989.

Since then, all civil operations have returned to Derby Airport and services include Regular Public Transport (RPT, Charter and Royal Flying Doctor Service operations.

Copy a portion in>>> www.sdwk.wa.gov.au/.../ derbyairport.html

Dokumen “ajaib” astronot pesawat ruang angkasa Kolumbia.

Lembaran-lembaran buku diari dari seorang astronout Israel yang selamat dari ledakan pesawat ulang alik Kolumbia dan jatuh 37 mil ke bumi, akan ditampilkan minggu ini untuk pertama kalinya di Yerusalem.

Diari tersebut milik Ilan Ramon, Astronot Israel pertama dan satu dari tujuh crew pesawat yang terbunuh ketika pesawat ulang alik tersebut pecah/meledak saat memasuki atmosfer pada tanggal 1 februari 2003. bagian dari diari yang selamat/diperbaiki akan ditampilkan di museum Israel yang dimulai hari Minggu.

beberapa saat setelah dua bulan ledakan pesawat ruang angkasa tersebut, Peneliti NASA mendaptkan 37 lembaran diari ramon dalam keadaan basah dan kucel. Diari tersebut dapat bertahan di panasnya ledakan dan dinginnya suhu atmosfer, lalu kemudian diserang oleh mikroorganisme dan serangga ditempat dimana lembaran tersebut jatuh, kata kepala Museum, Yigal Zalmona.

“Ini adalah suatu keajaiban yang ada-INI luar biasa,” kata Zalmona. tidak ada “penjelasan rasional” tentang bagaimana lembaran tersebut dapat selamat ketika sebagian besar pesawat musnah/hancur, katanya.

Para pejabat NASA tidak segera merespon untuk memberikan komentar.

Perwakilan ruang angkasa Amerika Serikat telah mengembalikan Diari tersebut kepada istri Ramon-Rona-, yang kemudian menyerahkannya kepada ahli forensik di Museum Israel. Para ahli dari kepolisian Israel telah menghabiskan 4 tahun lebih untuk memahami/mengartikan diari tersebut. Kira-kira 80 persen teks telah berhasil diartikan/di restore, dan sisanya masih belum terbaca, kata Zalmona.

Dua lembar akan ditampilkan. satu mengandung catatan dari tulisan ramon, dan lainnya adalah copy dari doa Kiddush (yahudi)-yang sering dibaca ketika hari Sabbath-. Zalmona mengatakan bahwa Ramon mengcopy doa tersebut kedalam diarinya, sehingga dia dapat membacanyanya ketika berada di pesawat ruang angkasa tersebut.

Kebanyakan lembaran berisi informasi personal dimana istri Ramon tidak menginginkan untuk dipublikasikan, kata Zalmona.

“Kami setuju untuk menjaga penuh kehormatan privasi keluarga dan hal-hal sensitif tentang kedalaman dokumen tersebut,” Direktur Museum-James Snyder- mengatakan.

Diari tersebut tidak memberikan indikasi bahwa Ramon mengetahui sesuatu tentang problem dalam pesawat tersebut. Pesawat ulang-alik Kolumbia pecah dan meledak hanya 16 menit sebelum dijadwalkan mendarat di pusat ruang angkasa florida. 7 astronot didalamnya semua tewas.

Diari tersebut akan ditampilkan sebagai bagian pameran besar dokumen-dokumen terkenal menurut sejarah zionis Israel, untuk menandai ultah ke-60 Israel tahun ini. (diterjemahkan dari http://news.yahoo.com/s/ap/20081003/ap_on_re_mi_ea/ml_israel_astronaut_s_diary).

All Rights Reserved. 2014 Copyright SIMPLITONA

Powered By Blogger | Published By Gooyaabi Templates Designed By : BloggerMotion

Top